Banyak kisah pengusaha sukses yang mulai dari nol dan harus melewati jalan panjang dan berliku. Seperti halnya Edy Ongkowijaya, pengusaha kuliner D’Penyetz yang memiliki jaringan bisnis di 5 negara.
Sang maestro bisnis kuliner ini butuh perjuangan ekstra keras, sebelum akhirnya meraih kesuksesan dan bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang. Jatuh-bangun dalam berkarir dan berwirausaha telah dialami pria kelahiran 41 tahun silam ini. Bahkan, ia rela melakukan pekerjaaan apapun demi memenuhi kebutuhan hidup.
“Saya pernah bekerja sebagai tukang cuci piring dan waiter di restoran dan hotel di Singapura. Di minggu yang sama juga menjadi guru les privat (tuition) dan melatih badminton basic untuk anak SD,” tutur Edy.
Perjalanan hidup Edy di Singapura dimulai pada tahun 1993 lalu, untuk melanjutkan pendidikan tingkat SMP. Namun, baru setahun di negeri rantau, usaha ayahnya mengalami kebangkrutan. Ia pun diminta pulang ke Tanah Air, karena orang tua tidak bisa mengirim biaya lagi.
Bukannya kembali, Edy memilih bertahan dan berjuang di Singapura. Pasalnya, ia yakin di sana lebih ada harapan. Walau konsekuensinya harus mencari uang sendiri untuk biaya hidup dan pendidikannya, termasuk membantu biaya hidup keluarga dan biaya sekolah adik perempuannya di Jakarta.
Tak dimungkiri Edy, merantau di negeri orang untuk melanjutkan pendidikan ataupun bekerja bukanlah perkara muda. Banyak kesulitan yang harus dihadapinya yang sebelumnya tidak pernah dialami sebagai anak yang terlahir dari keluarga yang cukup berada.
Salah satu pengalaman yang tidak pernah terlupakan dalam hidupnya, Edy pernah mengalami bagaimana susahnya hidup di Singapura hanya dengan mengandalkan uang 50 cents atau sekitar Rp 5.000 (kurs sekarang).
“Untuk makan terkadang harus mengandalkan kemurahan hati pemilik kantin di sekolah untuk membungkus sisa lauk yang mau dibuang. Ironisnya, saya pernah makan mi instan dan roti tawar selama hampir 1 bulan lamanya,” kenangnya.
Singkatnya, Edy berhasil merampungkan kuliahnya dari Universitas Nanyang Polytechnic Jurusan Marketing pada tahun 2000. Dia juga berhasil bergabung dengan perusahaan logistik asal Jepang, meski hanya bertahan tiga tahun. Ini dikarenakan pekerjaannya kurang menantang dan tidak sesuai passion-nya.
Dari situ, Edy memilih untuk berhenti bekerja dan kemudian mengubah jalur karirnya dengan membuka bisnis waralaba Es Teler 77 di Far East Plaza (Orchard Road) pada tahun 2004. Dirinya dipinjami modal oleh seseorang untuk membeli waralaba ini dan berjalan dengan sukses, hingga dilepasnya di tahun 2006.
Modal pengalaman di bisnis kuliner, mendorong Edy untuk mengembangkan usaha lain. Dipilihlah usaha ayam penyet, masakan tradisional khas nusantara dengan menggandeng salah satu merek waralaba untuk membuka gerai di Lucky Plaza (Orchard Rd). “Dalam waktu singkat ayam penyet menjadi sensasi dan semakin dikenal masyarakat Singapura,” ungkapnya.
Bawa Ayam Penyet Go Global
Gelombang hidup kembali lagi melanda ketika kemitraan berujung perpisahan. Sebab selama 2 tahun tidak ada laporan pembukuan dan pembagian dividen usaha bersama tersebut. Selalu berpikir positif, Edy menjadikan peristiwa ini sebagai pembelajaran dan memetik hikmahnya sebagai modal hidup.
Tak patah arang. Dengan semangat mendirikan usaha sendiri dia pun akhirnya mendirikan Dapur Penyet pada tahun 2009 silam. Di tahun pertama membuka usahanya, ia banyak melakukan sendiri meski memiliki pegawai, baik mengurus manajerial, melayani pelanggan, membersihkan gerai hingga urusan dapur.
Ia selalu katakan kepada karyawannya, “ You don’t work for me, but you work with me” sehingga banyak pegawai yang setia kepadanya karena kerendahan hati dan semangatnya dalam berusaha.
Berkat usaha gigihnya, D’Penyetz berkembang pesat. Berawal dari gerai foodcourt yang ada di Jurong Point Mall, jaringan bisnis D’Penyetz kini memiliki lebih dari 100 gerai yang tersebar di 5 negara, meliputi Singapura, Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Myanmar.
“Impiannya D’Penyetz bisa mewakili dan membawa kuliner Indonesia untuk go global. Untuk negara berikutnya kami akan masuk ke Australia (Melbourne) di tahun 2019 dan menargetkan bisa berekspansi ke Amerika Serikat, Kanada dan Timur Tengah,” sebut Edy.
Selain merek D’Penyetz, Edy bersama tim juga menaungi beberapa merek lain, yaitu D’Bakso, D’Cendol, D’Minang dan beberapa inovasi baru yang sedang dikembangkan, termasuk visi ke depannya membangun Culinary & Hospitality Training Centre di Indonesia.
Meski telah sukses, Edy tetap menjadi sosok tipikal pengusaha muda yang sederhana, selalu membimbing dan mengembangkan setiap individu untuk bisa maksimal. Kegiatan bakti sosial dan penyantunan ke yayasan yatim – piatu sering dilakukan bersama dengan timnya.
Bagi Edy semua liku – liku kehidupan dan cemohan adalah modal utama untuk bisa menjadi kisah sukses nantinya. “Apa yang direndahkan oleh manusia, suatu hari pasti akan ditinggikan oleh Tuhan. Hormati dan bahagiakanlah orang tua. Doa ibulah yang sangat ampuh mujarab dan paling berharga di mata Tuhan” pesannya.
Media Tayang : Marketing.co.id
Link Tayang : https://marketing.co.id/dulu-tukang-cuci-piring-kini-edy-ongkowijaya-sukses-jadi-bos-restoran/